MUKTAMAR KE-48 MUHAMMADIYAH DAN AISYIYAH

Muhammadiyah Harus Terjunkan Kader ke Politik

Nasional | Minggu, 20 November 2022 - 09:02 WIB

Muhammadiyah Harus Terjunkan Kader ke Politik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah di Stadion Manahan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (19/11/2022). (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Isu Pemilu 2024 masih mewarnai Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah yang kemarin dibuka Presiden Joko Widodo. Muhammadiyah didorong menyiapkan para kadernya untuk terjun ke gelanggang politik. Kontestasi lima tahunan itu harus menjadi momentum untuk menciptakan politik yang beretika dan berkeadaban.

Pernyataan tersebut mengemuka dalam diskusi yang bertajuk Isu Strategis Muhammadiyah: Pandangan dan Posisi Muhammadiyah di Tahun Politik 2024 di Media Center Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta kemarin (19/11). Acara yang digelar Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute Abdul Malik Fadjar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu dihadiri Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM).


Para narasumber mendorong Muhammadiyah mengedepankan politik gagasan. Sebagai bagian dari rekan kritis pemerintah, Muhammadiyah perlu membicarakan isu-isu strategis secara menyeluruh guna menguatkan politik ide pada tahun politik tersebut.

Subhan Setowara, direktur eksekutif RBC Institute Abdul Malik Fadjar, menerangkan bahwa Muhammadiyah perlu memerankan fungsinya sebagai masyarakat sipil yang menengahi antara penguasa dan rakyat. ”Sebab, kerja yang diupayakan Muhammadiyah adalah kerja pembangunan peradaban kemanusiaan,” ucapnya.

Dia menyatakan, kerja itulah yang sebenarnya dibutuhkan bangsa Indonesia. Karena itu, Muhammadiyah harus turut serta dalam menjawab masalah-masalah kekinian. Mulai resesi global, krisis pangan, hingga ikhtiar memajukan ekonomi rakyat. Menurut dia, itulah politik yang sebenarnya bagi Muhammadiyah.

Neni Nur Hayati, direktur eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership, menyatakan bahwa Pemilu 2024 harus dijadikan tonggak perbaikan secara substansial, tidak sekadar menjadi ajang demokrasi prosedural yang konstelatif. ’’Ini harus menjadi momentum transformasi demokrasi untuk membangun politik yang semakin beretika, beradab, dan bermoral,” bebernya.

Menurut Neni, Muhammadiyah perlu tetap konsisten menjaga moral bangsa melalui peran-peran kenegarawanan. Peran Muhammadiyah, menurut anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu, bisa dijalankan melalui upaya mendorong kader-kader terbaik untuk ikut terlibat aktif dalam politik. Sebab, lanjut dia, hal itu adalah bagian dari misi amar makruf nahi mungkar.

Distribusi kader-kader Muhammadiyah yang unggul dan memiliki passion di dunia politik diharapkan bisa menjadi penyeimbang dari gerakan-gerakan negatif yang selalu menyembul pada tahun politik. ’’Sebab, tahun politik pada 2024 diprediksi sarat masalah seperti politik uang, korupsi politik, politik identitas, hoaks, dan berbagai persoalan lain,” paparnya.

Untuk bisa mendistribusikan kader-kader terbaik Muhammadiyah di gelanggang politik, Muhammadiyah harus bekerja keras. Ormas Islam modern itu perlu mempersiapkan kader terbaiknya, termasuk kader perempuan yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan kualitas yang mumpuni untuk dihibahkan kepada bangsa melalui partai politik atau maju sebagai calon perseorangan.

Hal yang sama juga diutarakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiah (PPNA) Diyah Puspitasari. Dia mengatakan, posisi Muhammadiyah yang nonpartisan seharusnya bukan menjadi garis demarkasi yang timpang dengan politik. Menurut dia, perlu ada penyesuaian yang adaptif dan solutif dengan kondisi yang ada untuk mempersiapkan kader terbaik Muhammadiyah menjadi kader bangsa.

Pembukaan Muktamar

Presiden Joko Widodo secara resmi membuka Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah di Stadion Manahan, Solo, kemarin (19/11). Jokowi hadir bersama sang istri, Iriana Joko Widodo. Presiden bersyukur dapat tetap hadir dan bersilaturahmi dengan keluarga besar Muhammadiyah dan Aisyiyah setelah menghadiri sejumlah pertemuan internasional di Kamboja, Bali, hingga Thailand. Menurut dia, seharusnya KTT APEC baru selesai kemarin sore.(jpg) 

Namun, karena hormatnya kepada undangan PP Muhammadiyah dan PP Aisyiyah, dia pulang lebih dulu dari Thailand. ’’Mendahului pemimpin-pemimpin yang lain supaya bisa berjumpa dengan Bapak, Ibu, semuanya,’’ ucapnya yang disambut tepuk tangan meriah.

Turut hadir dalam acara tersebut, Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla, Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.

Tampak pula Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri BUMN Erick Thohir; Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim; Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka. 

Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan penyampaian pidato iftitah ketua umum PP Muhammadiyah dan jawaban PP Muhammadiyah atas tanggapan PW Muhammadiyah tentang laporan pertanggungjawaban. Acara kemudian dilanjutkan dengan pemilihan anggota PP Muhammadiyah masa jabatan 2022–2027 melalui e-voting. Dari 39 nama calon PP Muhammadiyah, akan dipilih 13 orang untuk masuk kepengurusan pusat persyarikatan. Sebanyak 13 nama tersebut akan diumumkan hari ini. 

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, Muhammadiyah akan terus berkiprah melalui berbagai amal usaha dan dakwah kemasyarakatan. Dari pusat kota hingga desa dan pelosok-pelosok terjauh, Muhammadiyah tiada henti melayani negeri. ’’Itulah bukti nyata bahwa Muhammadiyah ikut berkeringat dalam memajukan kehidupan bangsa,” terang Haedar dalam sambutannya.

Muhammadiyah meyakini bahwa Indonesia sejatinya dapat menjadi negara yang maju, adil, dan makmur. Muhammadiyah percaya, Indonesia dapat menyelesaikan masalah-masalah dan tantangan berat yang dihadapinya. ’’Optimisme ini lahir karena Indonesia memiliki sejumlah modal penting untuk menjadi negara besar, seperti sumber daya manusia dan sumber daya alam yang potensial,” tutur Haedar. 

Kuncinya, lanjut dia, harus mengurus Indonesia dengan baik dan benar, disertai perjuangan yang sungguh-sungguh dan kebersamaan dari semua pihak. Yakni, pemerintah, warga negara, dan seluruh komponen bangsa. Karena itu, segala proses bernegara, termasuk Pemilu 2024, harus menjadi jembatan emas bagi terwujudnya kehidupan kebangsaan yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Haedar menegaskan, seluruh pihak yang berkontestasi harus berkomitmen tinggi dan memastikan mampu melindungi, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Para kontestan Pemilu 2024 harus memiliki obligasi moral yang tinggi untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat berjiwa kesatria Pancasila. Menjadi para negarawan yang mempraktikkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam berbangsa-bernegara di dunia nyata sekaligus membawa Indonesia ke perwujudan cita-cita. ’’Para elite Indonesia juga dapat menjadikan agama sebagai sumber nilai moral dan spiritual,” terang guru besar sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.(lum/c7/oni/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook